Dengan
semakin pesatnya laju pertumbuhan penduduk dunia serta semakin majunya
peradaban manusia akan berimbas kepada meningkatnya aktifitas manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Tanpa kita sadari aktifitas kita sedikit banyak telah
mengganggu keseimbangan yang ada di bumi ini yang berimbas kepada penumpukan
suatu unsure gas yang menyebabkan efek pemanasan global atau yang biasa kita
dengar dengan global warming. Global warming belakangan ini telah menjadi
perhatian serius para pemimpin dunia, karena efek global warming yang
menyebabkan perubahan signifikan terhadap iklim dunia. Perubahan tersebut
terkait dengan penumpukan emisi gas gas penyebab rumah kaca yang menjadi
penyebab pemanasan global atau global warming yaitu karbondioksida, metan,
sulfur heksa flourida, nitrous oxide, HFC dan PFC. Seperti yang disimpulkan
oleh Panel Antar pemerintah atau yang biasa disebut International Panel on
Climate Change (IPCC) yang berada di bawah naungan perserikatan bangsa bangsa
(PBB) tentang perubahan iklim terungkap bahwa 90% aktifitas manusia selama 250
tahun terakhir yang menyebabkan pemanasan global. Aktifitas manusia yang
menyebabkan efek pemanasan global diantaranya adalah pembabatan hutan ,
penggunaan bahan bakar fosil, industri peternakan, yang menyebabkan gas rumah
kaca di atmosfir bumi meningkat pesat. Gas rumah kaca ini lah yang menyebabkan
efek rumah kaca. Gas rumah kaca ini akan membuat selubung atau pelindung pada
atmosfir bumi yang menyebabkan panas yang di keluarkan dari dalam bumi
terhalang oleh selubung gas tersebut sehingga panas yang seharusnya dapat di
keluarkan ke luar atmosfir bumi kembali di pantulkan ke dalam bumi.
Pemanasan
global menjadi masalah yang sangat serius belakangan ini dan sektor peternakan
merupakan salah satu penyebab utama dari efek pemanasan global. Seperti dalam
laporan PBB (FAO) yang berjudul “Livestock’s long shadow: Environmental issues
and option” (di rilis pada November 2006). Peternakan menyumbang paling besar
gas rumah kaca kurang lebih sebesar 18%, angka ini melibihi besar gas rumah
kaca yang di hasilkan oleh gabungan transportasi di seluruh dunia sebesar 13%.
Selain itu peternakan juga melepaskan sebesar 9% karbon dioksida dan 37% gas
metana. Selain itu limbah kotoran yang di hasilkan peternakan menyumbang 65%
nitrooksida dan 64% ammonia yang menyebabkan hujan asam.
Dalam
buku yang berjudul Livestock’s long shadow: environmental issues and option
peternakan juga adalah penggerak utama dari penebangan hutan. Sebesar 70% bekas
hutan di amazon telah di alih fungsikan menjadi lading lading peternakan.
Dampak dari penebangan hutan tersebut dalam setahun di perkirakan menyumbangkan
emisi sebesar 2,4 miliar ton gas CO2 dalam setahun. Menurut organisasi yang
berada di bawah naungan PBB (FAO) bagian sektor peternakan yang menymbang emisi
gas penyebab rumah kaca adalah:
- Emisi karbon dari pembuatan pakan ternak
Dalam proses pembuatan pakan ternak memerlukan
proses terlebih dahulu pada saat pengolahan lahan pertanian untuk pakan ternak
dapat menghasilkan gas karbon dioksida sebanyak 28 juta ton pertahunnya.
Sedangkan karbon dioksida yang terlepas daripadang rumput yang terkikis menjadi
gurun sebesar 100 juta ton pertahunnya. Pembukaan lahan yang di gunakan untuk
peternakan menyumbang emisi 2,4 miliar ton karbon dioksida pertahunnya.
Sedangkan untuk penggunaan bahan bakar fosil, peternakan menyumbang 90 juta ton
karbon dioksida setiap tahunnya.
- Emisi karbon dari pencernaan hewan ternak
Dalam proses pencernaan hewan ternak khususnya ruminansia
dibantu oleh bakteri metanogen. Bakteri ini menimbulkan produksi gas metan, gas
metan yang di hasilkan dari pencernaan hewan ternak dalam setahun dapat
mencapai 86 juta ton pertahunnya. Sedangkan metana yang terlepas dari pupuk
dari kotoran hewan dapat mencapai 18 juta ton pertahunnya.
- Emisi karbon dari pengangkutan seta
pengolahan hasil ternak
Pada saat pengolahan daging hasil peternakan
dapat menghasilkan emisi karbon sebesar puluhan juta ton pertahunnya. Sedangkan
dari pengangkutan hasil ternak ke konsumen dapat menghasilkan emisi gas karbon
dioksida dapat mencapau 10 juta ton pertahunnya.
Sedangkan pernyataan lebih ekstrim di kemukakan
oleh World Watch Institute, dalam watch magazine edisi November/Desember 2009
mereka menyebutkan sektor peternakan telah menyumbang sebesar 51% gas rumah
kaca yabg telah menyebabkan efek pemanasan global. World Watch adalah sebuah
organisasi riset independen yang berada di Amerika yang telah berdiri sejak
tahun 1974. Metana yang dihasilkan mempunyai kekuatan lebih besar 72 kali dari
CO2 dalam janga waktu 20 tahun dan 23 kali lebih bahaya pada jangka waktu 100
tahun. Sedangkan dinitrogen yang dihasilkan lebih berbahaya 296 kali dari CO2 .
Selain menyebabkan gas rumah kaca, peternakan juga di duga sebagai penyebab utama dari kerusakan tanah dan polusi air. Diperkirakan sekitar 30% dari permukaan tanah bumi di pakai untuk lahan peternakan. Selain itu lahan dan air yang di gunakan untuk penanaman pakan ternak juga banyak memakan lahan.\
Selain menyebabkan gas rumah kaca, peternakan juga di duga sebagai penyebab utama dari kerusakan tanah dan polusi air. Diperkirakan sekitar 30% dari permukaan tanah bumi di pakai untuk lahan peternakan. Selain itu lahan dan air yang di gunakan untuk penanaman pakan ternak juga banyak memakan lahan.\
Dari
uraian diatas dapat dilihat seberapa besar kontribusi dari berbagai sektor
peternakan dalam menyumbang emisi gas yang dapat memngakibatkan pemanasan
global. Di Australia bahkan emisi gas rumah kaca yang ditimbulkan sektor
peternakan bahkan lebih besar dari pembangkit listrik tenaga batu bara. Sektor
peternakan Australia setiap tahunnya menyumbang 3 juta ton gas metana.
Selain
menyebabkan polusi serta pemicu efek pemansan global peternakan juga dikenal
sebagai penyumbang energi alternatif dari pemanfaatan limbah ternaknya. Untuk
para peternak dengan skala industri mungkin ini telah termanfaatkan tetapi ini
belum bisa atau kurang termanfaatkan oleh peternak peternak yang memiliki usaha
ternak dengan skala kecil seperti yang pada umumnya berada di Indonesia.
Kotoran ternak yang dihasilkan belum mendapat perhatian yang serius bagi mereka
atau mungkin biaya yang masih terlalu mahal untuk mengolah limbah kotoran
ternak tersebut,seperti pengolahan biogas. Bahkan sebagian dari mereka membuang
limbah kotoran ternak langsung ke sungai. Tanpa mereka sadari itu merupakan bentuk
dari perusakan lingkungan.
Oleh
karena itu, kita sudah sepatutnya ikut mensosialisasikan dan membantu gerakan
yang dapat mengurangi efek buruk yang di timbulkan dari sektor peternakan atau
bahkan menemukan terobosan baru yang dapat mengurangi dampak yeng di timbulkan
dari usaha peternakan dengan teknologi yang ramah lingkungan serta biaya yang
relatif kecil agar dapat termaksimalkan penggunaannya oleh peternak dengan
skala yang kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar yang baik ya