Rabu, 04 April 2018

Sepatu untuk Milea



Anak perempuan dengan warna seragam yang mulai memudar itu melangkah pelan. Rambutnya yang dikuncir kuda bergoyang-goyang mengikuti irama langkah kakinya. Tas bergambar Barbie yang sudah usang tersampir dipundaknya.
            Milea, anak perempuan itu, melompati sebuah kubangan air. Kemarin hujan turun sangat deras, membuat jalanan sepanjang gang sempit itu becek dan penuh kubangan berisi air berwarna coklat. Sekali lagi, Milea melompati kubangan, sandal lusuh yang ia gunakan, kini telah penuh lumpur. Milea bersekolah menggunakan sandal jepit. Ia telah mendapat teguran beberapa kali oleh Bu Guru, tapi tetap saja Milea datang dengan menggunakan sandal jepit keesokan harinya. Bukannya Milea tidak mendengarkan perkataan Bu Guru, tapi uang ayah tidak pernah cukup untuk membeli sepasang sepatu hitam bekas.
            Waktu sudah menunjukkan jam 12 siang, saatnya anak-anak Sekolah Dasar kembali ke rumah masing-masing. Termasuk Milea, gadis yang duduk di kelas empat itu baru saja pulang dari sekolahnya. Melewati gang sempit yang berbau pesing sudah menjadi kebiasaan Milea. Ia akan mampir ke warung Bi Eem terlebih dahulu, untuk mengambil hasil jualannya yang ia titipkan.
“Bi Eem, ini Milea!” seru anak perempuan itu sambil meloncat-loncat berusaha mengintip apa yang ada dibalik etalase.
Tak berapa lama, terdengar suara sahutan dari dalam. “Oh, Milea, ya? Jualanmu tadi cuma terjual sepuluh, kata orang-orang mereka bosan sama jajanan yang kamu jual.”
 Bi Eem menyerahkan uang kepada Milea tanpa mempedulikan perasaan gadis cilik itu. “Juga, warung saya sepertinya sudah mulai penuh deh, jadi sementara waktu jajananmu enggak bisa dititipin ke saya.”

Milea yakin itu hanya alasan Bi Eem, tapi ia hanya mengangguk dan pamit pergi tanpa banyak komentar. Gadis dengan lesung pipi itu menghela napas, pikirannya melayang ke mana-mana. Sebuah baskom besar berisi sisa gorengan itu kini berada dalam genggaman Milea.
Hingga akhirnya Milea sampai di rumah. Rumah itu hanya sebuah gubuk reyot yang menjadi tempat tinggal Milea dan ayahnya 6 tahun terakhir. Ayah Milea, Husein, adalah pekerja serabutan, pekerjaan yang tak menentu membuat perekonomian keluarga mereka tak menentu pula. Ibu Milea pergi tak diketahui keberadaannya sejak berpisah dengan Ayah 7 tahun lalu.

Awalnya sebelum kedua orang tua Milea berpisah, hidup mereka begitu bahagia. Canda tawa bahagia menghiasi rumah kecil kontrakan mereka. Hingga pada suatu saat timbul sebuah masalah yang membuat ayah menggugat cerai ibu sehingga meninggalkan Milea tumbuh di bawah asuhan ayah.
Keesokan harinya, ketika Milea sedang dalam perjalanan menuju rumah bersama ayahnya, rintik-rintik hujan jatuh dari langit. Mereka segera menepi ke salah satu toko. Anak bernama lengkap Milea Adnan Husein itu menoleh ke etalase milik toko yang terasnya digunakannya untuk berteduh. Etalase itu berisi sepatu-sepatu dengan berbagai macam bentuk dan ukuran. Ia menelan ludah, menatap lekat sepatu berwarna pink yang tampak begitu pas dikakinya.
Ingin rasanya ia menjadi salah satu anak yang di dalam toko sepatu itu. Menjadi anak orang kaya yang bebas memilih sepatu kesukaannya. Husein melihat anak perempuannya sedang melamun sambil menatap sesuatu di dalam toko. Laki-laki itu mengikuti arah pandang anak perempuannya.
“Milea ingin membeli sepatu itu?” tanya ayah lirih.
Milea yang tersadar dari lamunannya, buru-buru mengalihkan pandangan. “Tidak Ayah, Milea tidak ingin membeli sepatu. Sandal jepit pemberian Ayah sudah lebih dari cukup.”
“Baiklah, ayo.” Ayah menggamit tangan Milea. Husein sebenarnya tahu kalau anak semata wayangnya sangat menginginkan sepatu. Ia berbicara dalam hati “Tunggulah, Nak, akan ayah bawakan sepatu paling cantik yang pernah kau punya.”
Seminggu kemudian, sang raja siang muncul sangat terik, sebentar lagi jam pulang Milea. Ayah ingin memberi kejutan besar dengan membelikan sepatu pink yang Milea inginkan. Tapi ketika ayah datang ke toko sepatu itu dan melihat harganya, ia sangat kaget mengetahui enam digit angka yang terpampang jelas.
Mata elang milik laki-laki itu mengikuti anak seusia Milea yang kini sedang dituntun orang tuanya keluar toko. Di tangan sang anak terdapat kantung kresek berisi sepatu berwarna pink. Tanpa pikir panjang, ayah terus mengikuti keluarga bahagia itu. Berbagai rencana tersusun di otaknya. Jantung ayah berpacu lebih cepat, keringat dingin mulai membasahi kening.
Langkah ayah semakin cepat ketika sang anak mendekati mobil kijang, hingga tepat ketika tangan kecil itu menyentuh kenop pintu mobil, ayah meloncat. Sebelum menyadari apa yang terjadi, sang anak telah mendapati bahwa tangannya telah kosong. Tidak ada kresek yang tadi ia bawa. Tak jauh dari ia berdiri, sosok laki-laki tampak berlari pontang-panting.

“PENCURI!!!” Teriakan pilu mengiringi langkah ayah, puluhan pemuda yang mendengar teriakan dari ayah sang anak segera berlari mengejar. Ayah terus berlari, melewati berbagai tikungan. Hingga akhirnya, keseimbangan ayah menghilang. Ia terjatuh. Lututnya berdebam keras, punggung ayah bergesekan dengan aspal kasar.
Akhirnya sang ayah yang lemah tak berdaya berhasil ditangkap dan dihakimi warga. Milea yang telah pulang tak menjumpai ayahnya sama sekali. Gadis kecil itu terus menunggu hingga ia tertidur pulas.


SUMBER:WATTPAD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar yang baik ya