Kisah Hidup Chairil Anwar, Si
Binatang Jalang
Judul :
Aku Ini
Binatang Jalang
Pengarang : Chairil Anwar
Penerbit : PT Gramedia Pustaka
Utama
Desain Sampul :
Nono S.
Tahun Terbit : 2004
Jumlah Halaman : 111
ISBN :
978-979-22-7277-2
Ulasan
Isi Buku
Buku
kumpulan puisi berjudul “Aku ini Binatang Jalang” yang dikarang oleh Chairil
Anwar ini merupakan kumpulan puisi sejak tahun 1942 sampai tahun 1949 dengan 80
puisi beserta 2 puisi saduran. Pada tahun 1942, Chairil Anwar memulai dengan
puisinya yang berjudul “Nisan” dan yang terakhir pada tahun 1949, Chairil Anwar
mengakhiri buku kumpulan puisinya dengan puisi yang berjudul “Aku Berada
Kembali”. Namun adapula catatan kecil dari editor yang terdapat pada halaman
ix, di halaman tersebut editor mengulas tentang berbagai karya
Chairil Anwar yang memiliki banyak versi. Puisi - puisi yang memiliki banyak
versi tersebut antara lain dalam puisi berjudul “Aku” dan “Sajak Putih.”
Dalam menyusun buku ini, editor menyusun puisi
– puisinya secara kronologis. Selain itu, dalam buku ini editor juga
menambahkan dua buah sajak saduran yang ada pada halaman 107 – 108 dan juga
memuat surat – surat pendek Chairil kepada Jassin yang dimuat secara lengkap
pada halaman 111 yang inti dari surat-suratnya adalah kemauan Chairil untuk
totalitas dalam berkarya sebagai seniman. Kemudian buku ini ditutup
dengan bibliografi mengenai Chairil Anwar dan karyanya serta biografi Chairil
Anwar.
Unsur
yang Membangun Puisi
STRUKTUR
FISIK
a.
Tipografi
Tipografi merupakan bentuk fisik atau penyusunan baris-baris dalam
puisi. Peranan tipografi dalam puisi adalah untuk
menampilkan aspek artistik visual dan untuk menciptakan nuansa makna tertentu.
Selain itu, tipografi juga berperan untuk menunjukan adanya loncatan gagasan
serta memperjelas adanya satuan-satuan makna tertentu yang ingin dikemukakan
penyair.
Chairil Anwar
pun menulis puisi ini dengan konsisten. Yaitu dengan menempatkan huruf kapital
pada setiap baris dalam puisi.
b.
Diksi (Pemilihan Kata)
Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam
puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat
mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin.
Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi,
dan urutan kata.
Secara umum, ciri khas dari keseluruhan puisi
karya Chairil Anwar ini, tampak pada kata – kata yang merangkai puisi tersebut.
Kata – kata yang digunakan umumnya kata – kata yang lugas, tidak bertele –
tele, dan dekat dengan bahasa lisan serta dapat menimbulkan imajinasi. Contoh
kata – kata yang lugas, tidak bertele – tele dan dekat dengan bahasa lisan
misalnya adalah pada puisi yang berjudul “Kesabaran.” Dalam puisi tersebut
Chairil Anwar memilih kata – kata ‘ngomong’ dan ‘nggonggong’ pada bait kedua.
Jika dilihat dalam segi struktur kata, ‘ngomong’ dan ‘nggonggong’ merupakan
kata – kata yang berstruktur tidak beraturan. Seperti kata ‘nggonggong’
biasanya menggunakan kata ‘menggonggong.’ Namun disini Chairil menggunakan kata
‘nggonggong.’ Secara eksplisit kata tersebut termasuk kata lugas dan merupakan
kata yang terdapat dalam bahasa lisan, yakni kata yang sering diucapkan namun
jarang dituliskan. Selain itu kata ‘nggonggong’ dipilih sebagai kata yang
memiliki unsur orisinalitas atau private
symbol sehingga menghasilkan kekuatan dalam puisi atau dapat
dikatakan bahwa kata tersebut memiliki nilai rasa yang lebih baik dalam hal
pengucapan puisi tersebut.
c.
Pengimajian
Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan
pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat
dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual),
dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca
seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
Dalam puisi-puisinya, Chairil Anwar tidak memunculkan teknik imaji yang
dominan. Hanya saja dengan kelebihannya, Chairil Anwar masih saja mampu membuat pembaca merasakan apa yang ia rasakan.
d.
Kata Kongkret
Kata kongkret, yaitu
kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji.
Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret
“salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata
kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi,
kehidupan, dll.
Dalam setiap penulisan puisinya, Chairil Anwar
selalu memunculkan kata konkret sebagai ciri khasnya.
e.
Gaya
Bahasa
Penyair menggunakan
bahasa yang bersusun-susun atau berpigura sehingga disebut bahasa figuratif.
Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis artinya memancarkan banyak
makna atau kaya akan makna. Bahasa figuratif ialah bahasa yang digunakan
penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak
langsung mengungkapkan makna. Kata atau bahasanya bermakna kias atau makna
lambang.
f.
Rima dan Irama
Rima adalah persamaan
bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Sedangkan irama
adalah lagu kalimat yang digunakan penyair dalam mengapresiasikan puisinya.
Puisi Chairil Anwar
memiliki rima yang konsisten. Sedangkan irama yang digunakan menggunakan irama yang menunjukkan
keteguhan hati penyair dalam mempertahankan prinsipnya meski ia telah memberi
kesempatan. Irama yang dihasilkan terkesan biasa saja karena susuanan kata pada
tiap barisnya sendiri tersusun dari kata-kata yang sederhana.
Dalam puisi karya-karya
Chairil Anwar, irama sudah diciptakan secara kreatif artinya tidak hanya berupa
pemotongan baris-baris puisi menjadi dua frasa, namun dapat berupa pengulangan
kata-kata tertentu untuk mengikat beberapa baris puisi.
STRUKTUR BATIN
a. Tema
Media puisi
adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi
harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan. Dalam kumpulan puisi Chairil Anwar, sebagian puisinya berkisah tentang pengalaman
pribadinya, percintaan dengan kekasihnya, dan perenungan – perenungan
eksistensialnya tentang kehidupan, ibu, pemberontakan, individualisme,
dan terlebih lagi tentang kematian.
b. Rasa
Rasa merupakan salah satu
unsur isi yang dapat mengungkapkan sikap penyair pada pokok persoalan puisi.
Puisi Chairil Anwar merupakan eskpresi jiwa penyair yang menginginkan kebebasan
dari semua ikatan.
c.
Nada
Nada merupakan unsur isi yang menggambarkan sikap
penyair kepada pembacanya. Puisi Chairil menunjukkan betapa tidak pedulinya Chairil
dengan semua orang yang pernah mendengar atau pun membaca puisinya, entah itu
baik, atau pun buruk. Disamping Chairil ingin menunjukkan ketidakpeduliannya
kepada pembaca, dalam puisinya juga terdapat pesan lain dari Chairil, bahwa
manusia itu adalah makhluk yang tak pernah lepas dari salah. Oleh karena itu,
janganlah memandang seseorang dari baik-buruknya saja, karena kedua hal itu
pasti akan ditemui dalam setiap manusia. Selain itu, Chairil juga ingin
menyampaikan agar pembaca tidak perlu ragu dalam berkarya. Berkaryalah dan
biarkan orang lain menilainya, seperti apa pun bentuk penilaian itu.
Ulasan Buku Mengenai
Pengalaman Kebahasaan, Inderaan, dan Nalaran
Chairil
Anwar tidak seperti Rendra maupun Taufiq yang puisinya banyak menyampaikan
kritik sosial dan mengkritisi rezim penguasa. Chairil Anwar lebih sering
berkisah tentang keping – keping pengalaman hidup pribadi yang dihayatinya.
Selain itu, hampir semua puisi karya Chairil Anwar juga merujuk pada kematian.
Contoh
Puisi Chairil Anwar yang merupakan puisi tentang kisah percintaan dia dengan
kekasihnya yaitu puisi “Senja di Pelabuhan kecil”, Chairil biasanya orang yang
tegar dan selalu optimis dalam segala hal tetapi puisi ini dia merasa pesimis
karena cintanya sudah kandas. Sehingga puisi ini seakan-akan menjadi melankonis
karena sajaknya berisi tentang ratapan dan kesedihan Chairil Anwar dalam
memikirkan nasib yang benar-benar tidak bisa dirubah. Tetapi emosi Chairil yang
menguasai puisi ini, menyebabkan sajaknya tidak terlalu terlihat sedih.
Hal ini
berbeda dengan puisi Chairil yang menunjukkan ketegaran dan kekuatan Chairil.
Seperti yang tergambar dalam puisinya yang berjudul “ Aku”. Penyair
menulis puisi ini karena penyair ingin menunjukkan keindividualan. Chairil
membawa semangat lewat puisi tersebut karena pada saat itu orang Indonsia belum
ada yang meng-akukan dirinya. Pada salah satu bait dalam puisi tersebut
terdapat kesadaran peran penyair dalam hidupnya yang mengharuskan adanya
tindakan agar tidak terpengaruh oleh orang lain. Chairil berpikiran bahwa
pengaruh orang lain dapat membuat dirinya kehilangan kemerdekaannya.
Ulasan Mengenai Kelebihan dan
Kekurangan Buku
Warna sampul buku sesuai dengan ciri-ciri
Chairil Anwar yang suka berkarya tentang kematian dan kegelapan. Chairil juga
mati muda, seolah-olah dia tahu dia tak hidup lama. Jadi, penggunaan warna huruf
merah dan hitam, sampul buku abu-abu dan ilustrasi wajah Chairil di
tengah-tengah memberi makna yang sesuai untuk menarik perhatian pembaca.
Jenis kertas yang tebal juga jenis huruf yang
pas membuat pembaca nyaman. Terdapat footnote
pada sajak-sajak. Sajak juga disusun dengan baik, jarak antara tulisan juga tak
mengundang gangguan sekalipun ukuran huruf kecil.
Apa yang menarik tentang buku ini ialah surat
karangan Chairil kepada sahabatnya. Walaupun sekedar surat, penggunaan surat
tersebut sangat puitis dan bisa dibilang sebagai sajak walaupun Chairil
menyebut dalam suratnya "masih beberapa tingkat percobaan musti dilalui
dulu, baru terhasilnya sajak-sajak sebenarnya."
Buku ini mengandung banyak frasa inspirasi,
perincian dari Chairil yang menarik perhatian penulis luar untuk mengkaji dan
menerbitkan semula karyanya dalam bahasa yang berbeda.
Penutup
Nilai-nilai yang terkandung dalam buku kumpulan
puisi Chairil Anwar yaitu:
·
Nilai ekonomi adalah kita harus berusaha mencari nafkah dan pekerjaan
yang lebih baik.
·
Nilai sosial adalah kita sesama manusia harus saling membantu dan tolong
menolong.
·
Nilai politik adalah kita sebagai penerus bangsa harus menjadi orang
yang memiliki kehidupan yang lebih baik untuk dirisendiri, Negara, dan bangsa.
·
Nilai agama adalah kita sebagai umat islam harus selalu berusaha dengan
segenap kemampuan sebagaimana yang telah dianjurkan oleh Allah SWT
·
Nilai budaya adalah kita sebagai generasi penerus harus melestarikan
kebiasaan yang baik dan menjauhi kebiasaan yang buruk.
·
Nilai pendidikan adalah kita sebagai penerus bangsa harus berusaha dalam
belajar agar mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan berkecukupan.
Aku Ini
Binatang Jalang merupakan kumpulan puisi-puisi dari pujangga era 45 yaitu
Chairil Anwar. Puisi – puisi yang berada di sini kebanyakan berisikan semangat
untuk tetap mencintai Indonesia dan tetap berjuang demi Indonesia. Buku ini
sangat cocok bagi nasionalis yang ingin mengetahui pandangan era 45 melalui sisi
pandang seorang pujangga seperti Chairil Anwar. Buku ini juga sangat wajib
punya untuk orang-orang yang mencintai sastra.
Makasih ka Resensi nya :D
BalasHapus